Oleh : Salamuddin Daeng, Peneliti dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
PANGANNEWS.COM – Banyak kelompok sosial menuduh bahwa kebiasaan merokok menjadi penyebab dari kemiskinan.
Atau kekurangan gizi pada kelompok sosial yang rentan di dalam masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Walaupun tuduhan ini perlu dibuktikan melalui survey ilmiah, memang faktanya di Indonesia ada 70 juta orang merokok, angka ini terus naik setiap tahun.
Dengan pasar rokok yang cukup besar ini, tentu menjanjikan bagi ekonomi dan pendapatan negara.
Faktanya memang pendapatan negara dalam bentuk cukai rokok luar biasa besar, setiap batang rokok dikenakan cukai rata rata 40%.
Jika harga rokok per batang adalah 1000 rupiah maka setiap maka negara mendapatkan bagian 400 rupiah. Mantap benar.
Baca Juga:
Mentan Amran: Dari Kos Sempit Unhas Hingga Getarkan Dunia
Perundingan IEU-CEPA Tuntas, Indonesia Kian Strategis di Mata Uni Eropa
Sinergi Kementan-POLRI: Tanam Jagung Serentak Dorong Swasembada Pangan Nasional
Baca artikel lainnya di sini : Jelang Ramadhan dan Idul Fitri 2024, Bapanas dan Bulog Siap Salurkan Beras SPHP dan CPB untuk Masyarakat
Penerimaan negara dari cukai rokok sangat besar. Penerimaan negara yang disetorkan para perokok setiap tahunnya jauh melebihi pendapatan.
Dari migas atau gabungan gabungan dana bagi hasil migas dan royalti sumber daya alam.
Lihat juga konten video, di sini: Gelar Silaturahmi Kebangsaan dengan 1.600 Muslimat NU dan Relawan Jatim, Prabowo Ucapkan Terima Kasih
Baca Juga:
Koreksi CSA Index Juli Bisa Jadi Peluang Emas bagi Investor Sabar
Mentan RI Antar Menteri Palestina Pulang Usai Sepakat Perkuat Ketahanan Pangan
Skandal Surat Dinas Istri Menteri, Maman Berani Sumpah Semua Bayar Sendiri
Penerimaan negara dari cukai rokok bahkan hampir dua kali lipat penerimaan negara dari bagi hasil minyak dan gas
Mari kita lihat, realisasi penerimaan negara dari cukai rokok sepanjang 2023 turun 2,35% year-on-year (yoy) menjadi hanya Rp213,48 triliun dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Kata Staf Khusus Menteri Keuangan, Candra Fajri Ananda. Walaupun turun tapi angkamya sangat besar.
Biar menarik, bandingkan dengan pendapatan negara dari bagi hasil migas.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari Ditjen Migas mampu melebihi dari target yang dipatok pada tahun 2023 lalu realisasi PNBP Migas tercatat sebesar Rp117 triliun dari target Rp103,6 triliun.
Sebagaimana dikatakan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Tutuka Ariadji.
Baca Juga:
Panen Gula Menggila! Pemerintah Turunkan Dana Rp 1,5 T
Kasus Korupsi EDC BRI Seret Eks Pejabat BRI dan Dirut Allo Bank
Kementan Gandeng Investor, Target Dua Juta Sapi Tanpa Beban Negara
Apakah penerimaan negara dari cukai rokok bisa lebih besar lagi, tentu saja, karena masih banyak persoalan dalam rokok illegal.
Cukai palsu, masalah pendataan penjualan rokok yang masih belum bagus dan rawan manipulasi dari berbagai pihak.
Jika ini terus diperbaiki, apalagi dengan era digitalisasi sekarang, penerimaan cukai rokok bisa dua kali lipat dari sekarang.
Lalu masalah terbesar yang sering dijadikan alat propaganda melarang merokok adalah rokok menyebabkan kemiskinan.
Tuduhan ini bisa dibalik cukai rokok akan dialokasikan sepenuhnya bagi makan siang gratis untuk pelajar dan peningkatan gizi ibu hamil dan balita.
Jadi uang yang setorkan oleh perokok dikembalikan sebagai bantuan sosial atau bansos secara otomatis ke masyarakat melalui program ini.
Ke depan kita tanam tembakau lebih banyak, karena tembakau tembakau terbaik tumbuh di Indonesia.
Sejarah dunia moderen telah dimulai dari perdagangan tembakau Indonesia.
Tembakau telah menjadi uang, sumber kekayaan dan kemakmuran bagi bangsa bangsa eropa yangemburu komoditas dari Indonesia.
Dana hasil perdagangan tembakau untuk makan gratis bagi pelajar dan perbaikan gizi ibu hamil serta balita. Ok Gas!***
Sempatkan juga untuk membaca artikel menarik lainnya, di portal berita Fokussiber.com dan Infoekbis.com